Proyek Kebanggaan Jokowi Lancar Jaya! Pabrik Nikel Tumbuh Subur di RI


Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sebentar lagi berakhir, tepatnya 20 Oktober 2024. Salah satu buah manis dari kinerja pemerintahan Jokowi ini adalah hilirisasi pertambangan.
 
Program yang menjadi 'andalan' sudah tumbuh subur di Indonesia dan berhasil meningkatkan nilai tambah, dari hasil produksi mentah pertambangan menjadi komoditas yang 'matang'. Jadi maklum, Indonesia akhirnya mendapatkan durian runtuh berkali-kali lipat dari program hilirisasi ini.
 
"Sekarang nilai ekspor (nikel) sudah US$ 34 billion, dari yang sebelumnya Rp 33 triliun atau melompat jadi kira-kira Rp510 triliun," ungkap Presiden Jokowi, beberapa waktu yang lalu, dikutip Selasa (8/10/2024).
 
Keberhasilan hilirisasi nikel di dalam negeri buntut dari terciptanya larangan ekspor bijih nikel ke luar negeri sejak tahun 2020. Bukan tak mulus, kebijakan pelarangan ekspor pun mendapatkan gangguan di dunia, diantaranya Uni Eropa (UE) yang menggugat kebijakan tersebut ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
 
"Dan kita kalah. tapi saya sampaikan negara ini adalah negara yang berdaulat, kepentingan nasional adalah segala-galanya buat kita. Tidak bisa kita didikte oleh siapapun," terang Jokowi.
 
Yang terpenting saat ini, kata Jokowi, Indonesia sudah memulai untuk mengembangkan industri nikel sebagai eksosistem besar dari kendaraan listrik (Elctric Vehicle/EV). Sehingga, impian membuat ekosistem kendaraan listrik kuat dan terintegrasi yang satu per satu mulai terwujud.

Capaian Hilirisasi Nikel

Berkaca data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel di Indonesia, baik yang sudah beroperasi, dalam masa konstruksi, dan ingin dibangun, terakumulasi mencapai 116 smelter.
 
Hal itu seperti yang pernah diungkapkan oleh Mantan Staf Khusus Menteri ESDM bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif.
 
Smelter dengan proses pirometalurgi atau smelter yang memproses nikel dengan kadar tinggi (saprolite) di Indonensia akan mencapai 97 unit. Sementara untuk jenis smelter dengan proses hidrometalurgi yang menggunakan nikel kadar rendah (limonite) sebanyak 19 smelter.
 
"Total smelter yang ada sampai dengan saat ini, belum lagi yang terbaru, itu ada 116 smelter," ujar Irwandy kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Kamis (19/10/2023).
 
Tercatat juga, untuk smelter nikel kelas dua jenis pirometalurgi semakin masif dengan adanya rencana pembangunan baru smelter sebanyak 28 unit dan untuk smelter dengan proses hidrometalurgi sedang dalam tahap perencanaan sebanyak 10 smelter. "Kebutuhan masing-masing 130 juta ton per tahun (pirometalurgi) dan 54 juta ton per tahun (hidrometalurgi),"
 
Adapun untuk nikel melalui proses pirometalurgi di Indonesia yang sudah beroperasi terdapat sebanyak 44 smelter dan untuk nikel yang melalui proses hidrometalurgi yang sudah beroperasi sebanyak 3 smelter.
 
Dalam catatannya di awal tahun 2024 itu, masih terdapat smelter nikel dalam tahap konstruksi. Terdapat sebanyak 25 smelter pirometalurgi tengah dibangun dan 6 smelter hidrometalurgi yang tengah dikonstruksikan.

Cadangan Logam Nikel

Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengungkapkan Indonesia saat ini memiliki cadangan logam nikel sekitar 50-60 juta metrik ton.
 
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menyebut dengan jumlah tersebut, maka sisa umur cadangan nikel RI diperkirakan mampu bertahan hingga sekitar 25-30 tahun ke depan.
 
Namun demikian, sisa umur cadangan nikel diperkirakan akan menurun menjadi 20 tahun menyusul dengan mulai adanya proyek smelter nikel yang saat ini dalam tahap konstruksi.
 
"Yang jadi isu kan kapasitas produksi sekarang, kita lihat ada yang konstruksi itu kira-kira (butuh) 1 juta ton (logam nikel), jadi mungkin kapasitas kita kalau di tambang udah jadi sampai 1 juta ton itu akan membuat cadangan kita turun jadi 20 tahunan, kita targetnya sih harus bisa dijaga di 20-25 tahun," kata Seto dalam Program Sustainable Future CNBC Indonesia, dikutip Rabu (27/09/2023).
 
Oleh sebab itu, saat ini pemerintah juga berupaya untuk mengembangkan industri pabrik daur ulang baterai kendaraan listrik. Pasalnya, dari proses ini setidaknya 99% nikel dapat diekstrak kembali.
 
"Teknologi yang ada sekarang bisa kita ambil 99% nikel yang ada di baterai bekas. Jadi saya kira ini suatu rencana yang sudah ada satu recycling battery di Morowali, saya kira kita juga berencana membangun lagi. Jadi akhirnya Indonesia tidak hanya menghasilkan nikel dari tambang tapi juga recycle," katanya.
 

Sumber : CNBC

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel