
Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat
ekspor batik masih mengalami kontraksi sebesar 8,39% pada kuartal-II 2024. Hal
ini disebabkan karena adanya produk-produk impor yang membanjiri pasar dalam
negeri.
Menperin Agus Gumiwang mengatakan batik sama halnya dengan
produk-produk tekstil lainnya harus menghadapi gempuran produk impor. Agus
menyebut baik produk impor ilegal maupun legal masih menjadi batu sandungan
bagi produk tekstil dalam negeri untuk berkompetitif, termasuk produk batik.
Padahal sub sektor industri tekstil dan pakaian jadi
mempunyai peranan penting bagi perekonomian nasional. Pada kuartal-II 2024,
industri tekstil dan pakaian jadi berkontribusi sebesar 5,72% terhadap PDB
Industri Pengolahan Non Migas.
Sementara itu, kinerja ekspor industri tekstil dan pakaian
jadi pada kuartal-II tahun 2024 masih cukup baik senilai US$ 1,77 miliar dan
industri batik pun turut memberikan kontribusi terhadap ekspor industri tekstil
dan produk tekstil (TPT) dengan nilai US$ 8,33 juta pada periode yang sama.
"Jadi, produk-produk batik itu sama dengan
produk-produk tekstil lainnya yang dihadapi adalah produk-produk impor, baik
impor yang masuknya secara legal maupun secara illegal," kata Agus saat
ditemui di Mall Kota Kasablanka, Jakarta, Rabu (2/10/2024).
Agus menjelaskan masih sulit bagi produk tekstil dalam
negeri, termasuk batik untuk berdaya saing dengan produk impor dalam hal harga.
"Ya, memang sulit untuk produk-produk tekstil kita
termasuk batik untuk berdaya saing dengan mereka dengan kalau kita lihat
harganya," jelasnya.
Dia menyebut tak menutup kemungkinan China dapat memproduksi
batik. Dia pun menilai kemungkinan ada impor batik yang berasal dari Negeri
Tirai Bambu tersebut. Selain itu, bisa saja impor batik asal China bukanlah
motif batik sungguhan.
"(China sudah bisa produksi batik, batik cetak?) Iya.
(Impor batiknya datang dari China?) Bisa jadi. (Sebenarnya itu bukan batik,
mungkin itu hanya kain di motif batik itu bisa jadi?) Bisa jadi," ucap
dia.
Dia pun menekankan harus ada perlindungan untuk industri
TPT. Menurutnya, harus ada kebijakan yang berpihak pada industri dalam negeri,
termasuk batik.
"Mesti ada perlindungan. Sama dengan industri lain,
harus ada regulasi yang memang pro kepada industri dalam negeri kita termasuk
TPT, termasuk batik," terangnya.